![]() |
Bukan Penyakit yang Tidak Ada Obatnya, Hanya saja belum diketahui oleh dokter dan ahli pengobatan. /Pixels.com/Nataliya Vaitkevich. |
HALLO TANGSEL – Berbicara masalah penyakit artinya berbicara tentang nikmat sehat yang merupakan nikmat terbesar dalam kehidupan seseorang setelah keimanan. Semua nikmat tidak ada nilainya, tanpa kesehatan, kecuali iman.
Tanpa nikmat sehat, Anda bisa memiliki semua isi dunia, tapi tidak bisa menikmatinya. Anda bisa mentraktir orang sekantor makanan terlezat yang Anda sukai, tapi tidak bisa memakannya.
Anda bisa membeli fasilitas rumah terbaik tapi tidak bisa tidur dan istirahat dengan nyenyak. Memang benar, kesehatan bukan segalanya, tapi tanpa kesehatan segalanya bukan apa-apa, kecuali iman.
Hal paling menghantui kehidupan manusia adalah “penyakit-penyakit yang tidak ada obatnya”. Contoh terbaru adalah Covid-19.
Diyakini penyakit ini belum ada obatnya atau tidak ada obatnya. Sebelumnya ada penyakit AIDS. Madih banyak penyakit lain yang diyakini tidak ada obatnya dan menyebabkan banyak kematian.
Penyakit-penyakit seperti itu membuat banyak orang paranoid. Melakukan hal-hal berlebihan yang bahkan sudah menimpakan mudharat kepada dirinya sebelum benar-benar terkena penyakit.
Ini pengalaman kecil yang diceritakan oleh teman saya. Saya ceritakan sebagai gambaran saja bahwa perasaan waswas terhadap penyakit bisa menyebabkan seseorang melakukan hal yang merugikan diri sendiri, juga kesehatannya.
Suatu ketika, kawan saya sakit kepala. Ia mengobati sakit kepala dengan obat-obatan yang biasa digunakannya. Tidak sembuh. Ia akhirnya berobat ke dokter. Diberi resep-resep yang kemudian diminumnya sesuai yang disarankan. Beberapa kali ia ke dokter, hasilnya sama saja. Aneh kan?
Akhirnya dokter bertanya, “Dik, Anda punya kebiasaan apa yang berubah beberapa pekan ini?”
Teman saya berpikir, kira-kira apa ya. Nah, akhirnya ketemu.. “Dok, dua pekan ini saya tidak minum teh manis di pagi hari seperti biasanya.”
“Kenapa?” tanya Dokter.
“Saya khawatir terkena diabetes, Dok!”
Dokter manggut-manggut, tanda paham. Akhirnya Dokter menyarankannya agar kembali minum teh manis di pagi hari seperti semula. Benar dugaan dokter, teman saya sakit kepala karena meninggalkan kebiasaannya minum teh manis di pagi hari itu. Dan sejak kembali minum teh manis, pusing kepala yang tak kunjung sembuh itu akhirnya hilang.
Itu hanya ilustrasi kecil. Tidak jarang seseorang yang ketakutan terhadap suatu penyakit, justru melakukan hal-hal yang tidak disadari justru membahayakan diri sendiri.
Islam, sebagai agama sempurna telah mengantisipasi persoalan ini. Melalui lidah Rasul, ash-shaadiq al-mashduuq, Islam menyatakan bahwa semua penyakit ada obatnya. Kecuali “tua”. Di hadits lain, kecuali “kematian”.
Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
تداووا فإن الله لم يضع داء إلا وضع له شفاء أو قال دواء إلا داء واحدا قالوا يا رسول الله وما هو قال الهرم
“Berobatlah wahai hamba-hamba Allah karena Allah tidak menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula penyembuhnya.” Atau dalam riwayat lain, “obatnya”. Kecuali satu penyakit.” Para sahabat bertanya, “Penyakit apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Tua.” ( HR. Tirmidzi. Ia berkata: hasan shahih )
Oleh sebab itu, jika seorang dokter atau ahli pengobatan menyatakan sebuah penyakit tidak ada obatnya, jangan dipahami mentah-mentah seperti itu.
Pernyataan tersebut harus dipahami bahwa penyakit itu belum diketahui obatnya berdasarkan ilmu pengobatan medis.
Tapi bisa jadi diketahui obatnya berdasarkan ilmu pengobatan nonmedis. Atau obat itu belum diketahui obatnya. Setelah diadakan percobaan dan penelitian, akan ditemukan obatnya.
Obatnya sudah ada dan sudah diciptakan Allah. Hanya saja belum diketahui oleh dokter dan ahli pengobatan. Atau tidak diketahui obatnya oleh sebagian besar dokter dan ahli pengobatan.
Wallahu a’lam.
Oleh : Hawin Murtadlo Bukhori, Penerjemah buku Keajaiban Thibbun Nabawi dan Alumnus Sijjil Herbalis Pusat Pengembangan Perbuatan Jawi (PPPJ) Malaysia.