Pada surat An-Nisa ayat 125 Nabi Ibrahim dijuluki, (khalilaa) dengan kekasih Allah swt. /Pixels.com/pixabay.

HALLO TANGSEL 
– Mengamati cerita nabi Ibrahim dalam Al-Quran. Kita akan merasa terharu dan terhayut dengan kisah nabi Ibrahim as. Ia sosok manusia lembut dan cerdas itu. Terharu karena Nabi harus mengorbankan anak satu-satunya yang ia sayangi. Dan jawaban anaknya tak kalah roman yakni jika itu memang perintah Allah swt maka laksanakanlah ayah. 

Moga kita menjadi orang-orang yang sholeh. Sosok Nabi Ibrahim cerdas dengan pola pikir imperisnya dalam mencari Tuhan. Oleh sebab itulah Nabi Ibrahim bertanya: Bagaimana Engkau (Allah swt), wahai Tuhanku menghidupkan orang mati.

Pada surat An-Nisa ayat 125 Nabi Ibrahim dijuluki, (khalilaa) dengan kekasih Allah swt. Karena ia memiliki keimanan yang sempurna. Di dalam buku Dr. Otong Surasman, M.A, yang berjudul Bercermin Pada Nabi Ibrahim. 

Nabi Ibrahim adalah manusia yang memiliki keimanan yang tinggi. Sebagaimana  disebutkan dalam surat An-Nahl ayat 120. “Sungguh, Ibrahim adalah seorang Imam (yang dijadikan contoh), patuh kepada Allah dan Hanif”. Kata ummah memliki arti diikuti, Al-qanit orang yang patuh dan hanif orang yang aqidahnya lurus tidak melakukan kemusyrikan. 

Karena itulah Nabi Ibrahim dikenal dengan sebagai orang yang jauh dari kemusyrikan. “Dan Ibrahim bukan termasuk orang-orang Musyrikin.” (An-nahl :23). Sebab kelurusan hati, ketaatan dan menjauhi kemusyrikan. Allah swt memberikan banyak karunia kepada beliau. 

Beliau adalah orang yang kaya dan dermawan. Ketika tamu berkeunjung ke rumah beliau ia menyuguhkan dengan istimewa tamunya tersebut. Ada banyak hal penting yang dapat kita petik dari Nabi Ibrahim tersebut. 

Salah satunya, ialah logika ketuhanan. Nabi Ibrahim as mengajarkan berlogika dalam mencari ketuhanan. Perjalan Nabi Ibrahim dalam mencari tuhan tidak mudah. Ia beberapa kali sempat menduga bahwa Bulan yang nampak malam hari adalah tuhan. Tapi logikanya menyangkal tuhan tidak mungkin hilang di siang hari. 

Kemudian menduga matahari adalah tuhannya karena dia besar. Tapi hati kecilnya kembali mengangkal. Tuhan tidak mungkin tenggelam. Sampai akhirnya Nabi Ibrahim menghadapkan wajahnya dengan kepasrahan kepada Allah swt. Bahwa Allahlah pencipta langit dan bumi ini.  (surat Al-an’am ayat 76-79). Pada ayat lain logika ketuhanan Nabi Ibrahim tunduk setelah ia menyaksikan Allah swt menghidupkan hewan yang mati. Menurut Syeh Muhammad Mutawalli Sya’rawi dalam tafsirnya Sya’rawi. Hewan tersebut adalah “burung”. 

Bukan tanpa alasan Nabi Ibrahim bertanya seperti itu kepada Allah swt. Nabi Ibrahim bertanya seperti itu bukan berarti ia ingin mengingkari Allah swt tapi sebaliknya ia ingin memantapkan hatinya dengan keyakinan yang sempurna.

Hal ini berbanding terbaik dengan para pencari Tuhan tapi lupa dengan Tuhannya sendiri. Sehingga akhirnya mereka sesat di dalam pikiran mereka sendiri. Inilah yang terjadi pada orang-orang yang tidak ingin beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya Muhammad saw. Padahal jelas mereka mengetahui Muhammad seperti mengetahui anaknya sendiri.

Kedua, Nabi Ibrahim as contoh the good father zaman now, dalam mendidik anaknya ia mengutumakan untuk bicara dari hati ke hati. Kita masih ingat dengan mimpi Nabi Ibrahim bahwa ia akan menyembelih Isma’il. Dengan perkataan yang lembut ia mengucapkan perintah itu.“Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash Shaaffaat: 102).

Pada ayat tersebut Nabi Ibrahim tidak langsung mengatakan untuk menyembelihnya. Tapi mengajak Ismail berdialog dahulu. “fangzdur mazda tara”, apa pendapatmu tentang perintah itu. Dengan tenang ia menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu.”Jawaban itu bukan jawaban biasa untuk anak kecil seperti Ismail. 

Ia mengerti bahwa ayahnya seorang Nabi yang dibebani dengan tugas ketuhanan yang tidak mudah. Dengan yakin ia menjawab bahwa ia sanggup dengan cobaan penyembelihan itu. Dan akhirnya Allah swt mengabadikan kejadian tersebut sebagai hari raya Qurban, sebagai tanda Cinta Nabi Ibrahim kepada Allah swt. Dengan Cinta lebih besar dari pada yang lain.

Hal inilah yang harus kita tiru dari Nabi Ibrahim as dalam mendidik anaknya. Ia mengajak berdialog ketika anak urusan yang berkenaan dengan perintah Tuhan. Dialog seorang ayah kepada anak adalah bentuk perhatian. Anak merasa dihargai. Terlebih lagi bila pendapat yang ia utarakan kita apresiasi. 

Inilah yang membuat anak rela dan berkorban untuk ayahnya. Dialog dari hati ke hati dapat juga kita terapkan dalam intraksi apa-pun. Guru kepada murid, atasan kepada bawahan, dosen kepada mahasiswa Kyai kepada santri, dll. 

Ketiga, Nabi Ibrahim as banyak berdoa kepada Allah swt. Berapa banyak doa Nabi Ibrahim dalam Al-Quran yang diutarakan kepada kita. Nabi Ibrahim meminta diberikan negeri yang berkah. 

Yaitu negeri Makkah yang ia tempati saat itu. Dan menjadikan Ka’bah sebagai tempat yang aman dari segala gangguan. Tempat tersebut adalah sarana beribadah seperti bersujud, rukuk, tawaf dan ‘itikaf. Tidak hanya itu, Nabi Ibrahim meminta juga kemudahan rizki berupa buah-buahan bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya. 

Maka tak heran jika Makkah yang menjadi kebanggaan umat muslim seluruh dunia menjadi tempat paling makmur di seluruh dunia. Ini adalah berkat dari doa Nabi Ibrahim as. Seharusnya doa yang kita minta saat ini adalah keamanan untuk negeri kita. Agar negeri-negeri umat muslim suluruhnya aman, dan bersatu dalam ukhuwah islamiyah. 

Saat ini umat Islam mengalami cobaan yang berat. Jika kita tidak memulai dengan Doa maka Allah pun akan acuh kepada kita. Pertolonganpun sulit didapat. Padahal jelas Allah swt sudah memerintahkan. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.

Sangat penting doa untuk Nabi Ibrahim sampai-sampai ia memohon untuk anak cucunya agar cucunya nanti tetap dalam keadaan iman tauhid yaitu Islam.(QS. Al-Baqarah/123-129). Ini artinya ia sangat serius dalam membentuk keluarga muslim. Ada beberapa contoh kegaitan ibadah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dalam membentuk keluarga muslim. Seperti haji, shalat, khittan, berkorban. Itu adalah sebuah astar (jejak) baik yang ingin diwariskan Nabi Ibrahim kepada anak cucunya.  

Keempat, Nabi Ibrahim  selalu memberi nasehat karena sayang. Sebagaimana yang kita tahu bahwa ayahnya yang bernama Azar, adalah seorang pembuat patung. Meski Nabi Ibrahim sangat membenci pantung tersebut.

Ia tetap memberikan nasehat yang lembut kepada ayahnya. Walaupun ayahnya sendiri menolak mentah-mentah apa yang disarankan oleh Nabi Ibrahim salah satunya, agar ayahnya bertaubat dari menyembah patung.

Karena sesungguhnya ia telah menyembah setan. Setan itu sangat durhaka kepada Allah swt. Maka saat itulah ayah Ibrahim naik pitam dan marah besar. Bahwa ia akan merajam Nabi Ibrahim. Tapi apa jawaban Ibrahim dengan sangat lembut ia mengatakan:”Semoga keselamatan menyelimuti engkau. Aku akan memohon ampunan bagimu kepada Tuhanku.” (maryam:42-50)

Kelima, sisi penting yang dapat kita jadikan kompas kehidupan bagi kita dari Nabi Ibrahim as selanjutnya. Totalitas dalam beribadah. Artinya apa? ibadah Ibrahim selalu menyempurnkan ibadahnya kepada Allah swt. Tidak perduli amalan itu besar dan kecil. 

Nabi Ibrahim totalitas dalam mengerjakannya. Dalam Al-Quran Allah menyebutnya, “faatamma hunna”. Sehingga Allah swt menjadikan Nabi Ibrahim sebagai pemimpin umat manusia, dan begitu juga untuk anak cucunya nanti.(QS. Al-Baqaroh ayat 124)

Itulah contoh ajaran taqwa yang Nabi Ibrahim yang wariskan kepada kita dalam Al-Quran. Taqwa itu bukan hanya menghadapkan wajah-wajah kamu ke timur dan barat. 

Tapi taqwa yang sesungguhnya adalah beriman kepada Allah swt, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabinya serta memberikan harta yang dicintainya kepada para kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang dalam perjalanan,peminta-minta, dan memerdekan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji dan orang yang sabar dalam musibah dan peperangan mereka itulah orang-orang yang benar dan itulah tanda ketaqwaan. 

Semoga esensi taqwa tersebut dalam memacu kita untuk meniti jejak Nabi Ibrahim as. Waallahu ‘alam bisshob. 

Oleh : Al Firdaus, Guru SD Tahfiz Jamal Rahmah dan SD Islam Cikal Cendekia Tangerang.