![]() |
Ketua Umum Gerakan Guyub Nasional Indonesia (GGNI), DR M. Kapitra Ampera SH MH. /Instagram.com/@m.kapitraampera |
HALLO TANGSEL – Syeikh Mubarak adalah ulama yang sangat tawadhu dan alim di abad 18, dia tinggal di Basra, Irak.
Suatu sore dia mau ke Mesjid Raya kota Basrah melalui, komplek perumahan elit pejabat negara.
Ketika melewati rumah Panglima Kerajaan yang kebetulan sedang berpesta di halaman rumah..
Dia dipanggil oleh panglima, “wahai pengemis” katanya, sambil menghina syekh.
“Ke sinilah ambil ini makan untukmu biar kau tidak kelaparan” katanya.
Syeikh Mubarak mendatangi panggilan Panglima, sesampai di gerbang rumah.
Tiba-tiba panglima menampar pipi serta mengusirnya pergi sambil membentak,
“Tidak ada makanan buat pengemis seperti kau, pergi dari halaman rumahku ini karena, keberadaan mu merusak selara makanku.”
Lalu Syeikh pun pergi meneruskan tujuannya, tidak jauh dia melangkah dari gerbang rumah, diapun dipanggil lagi untuk bertemu panglima.
“Sini pak tua, ini ada kebab kesukaanku buatmu,” kata panglima.
Setelah sampai di hadapan Panglima, lagi-lagi pipinya ditampar dan pantatnya ditedang oleh panglima.
“Ini bukan makanan untukmu, ini makanan buat anjing-anjingku yang telah menjaga rumahku ini, pergi kau dari sini, pakaianmu meninggalkan najis yg tidak hilang dalam seminggu,” kata panglima.
Syeikh pun berlalu, baru beberapa langkah dia menjauh, dipanggil lagi oleh panglima, Syeikh tetap mendatangi sang panglima dengan tenang serta raut wajah yang tetap bahagia.
Meskipun diperlakukan dengan kasar dan bengis sampai 20 kali, Syeikh bolak balik dan diperlakukan dengan cara yang sama.
Ketika Syeikh berjalan dengan tenang meninggalkan gerbang halaman rumah panglima, tiba-tiba panglima memanggilnya dengan sebutan dan cara yang berbeda.
“Wahai imam kaum muslimin, sudilah anda kembali memenuhi panggilan saya,” kata sang Panglima.
Syeikh pun berjalan dengan tenang, tanpa ada sedikitpun perobahan di wajahnya meskipun, itu panggilan yg ke 21 kali dia bolak balik.
Sesampai di gerbang rumah, panglima memeluk Syeikh sambil meraung-raung minta maaf, dan memegang lutut Syeikh.
Lalu Syeikh membantu sang panglima berdiri sambil tersenyum dan mengatakan, tuan tidak berbuat kesalahan apapun kepada saya, berdirilah, kata Syeikh.
Setelah panglima agak tenang, dia bertanya kepada Syeikh Mubarak, “Wahai imam, kenapa anda tetap kembali memenuhi panggilan saya, meskipun saya memperlakukanmu dengan kasar dan tidak terpuji” kata panglima sambil terisak-isak.
Dia sangat tergoncang dengan ketenangan, dan kesabaran, serta kesejukan sang syiekh.
Lalu Syeikh menjawab,
“Panglima, yang pertama, saya tidak memiliki keinginan apapun kepada tuan.”
“Kedua, disaat pertama kali saya dipanggil tuan, saya mematuhinya sebagai rakyat. Ketika tuan menampar dan mengusir saya, saya berpikir, mungkin saya melakukan kesalahan yang saya tidak tahu, sehingga saya harus dihukum, dan saya menerima hukuman itu dengan senang hati.”
“Ketiga, di waktu tuan memanggil saya untuk yg kedua kalinya, sampai yg ke dua puluh kali, serta menampar dan mengusir saya, saya melihat tuan mendapat kebahagian, dengan perbuatan itu. Makanya saya memenuhi dan menerima perbuatan tersebut dengan senang hati, agar tuan tidak kehilangan kebahagian meskipun, dengan cara menampar dan mengusir saya.”
“Keempat, di waktu tuan memanggil saya yang ke dua puluh satu kalinya, saya memenuhi keinginan tuan tersebut. Karena, di waktu tuan memanggil saya dengan cara yg berbeda, saya berpikir, mungkin tuan merasa menyesal, mencari kebahagian dengan cara-cara yang keji. Oleh karenanya saya datang untuk menyatakan kepada tuan.”
“Tidak ada yg salah dari perbuatan tuan, agar tuan tidak larut dalam penyesalan panjang atas perbuatan tuan kepada saya. Semoga tuan selalu bahagia, dan mencari kebahagian dengan cara-cara yang terpuji dan mulia” kata Syeikh sambil berlalu.
Dan panglima langung pingsan mendengar kata-kata Syeikh Mubarak.
Oleh: DR M. Kapitra Ampera SH MH, Ketua Umum Gerakan Guyub Nasional Indonesia (GGNI).