Pengamat politik dari Universitas Brawijaya, Wawan Sobari. (Foto : malangtimes.com)

Hallotangsel.com, Jakarta – Pengamat politik dari Universitas Brawijaya, Wawan Sobari, mengatakan aparatur sipil negara (ASN) berpotensi menjadi peluang, atau ancaman bagi pejawat kepala daerah yang maju kembali dalam pilkada 2020.


Menurut Wawan, ASN bisa menjadi kesempatan untuk pejawat memenangkan pilkada.


“ASN itu bisa menjadi kesempatan untuk petahana (pejawat) untuk memenangkan kembali. Atau justru menjadi ancaman bagi petahana,” kata  Wawan dalam keterangan resminya, Senin (10/8/2020).


Wawan menuturkan, ASN dapat mendorong elektabilitas pejawat kepala daerah yang mencalonkan diri kembali.


Akan tetapi, ASN akan berada pada posisi yang berbahaya karena menciptakan rivalitas jika pejawat kepala daerah tidak menggerakkan ASN ebagai pendukungnya.


Wawan menyebutkan, hasil studinya di Jawa Timur menunjukkan ada praktik birokrat partisan.


Pejawat kepala daerah bisa melakukan kontrol efektif agar birokrat selalu berada di bawah kendalinya. Kemudian, pejawat dapat mengawasi dengan cermat kebijakan promosi jabatan. 


“Betul yang disampaikan pak menteri (MenPAN-RB Tjahjo Kumolo), ada kepala sekolah jadi pendukung tiba-tiba jadi kepala dinas. Itu terjadi di Jawa Timur,” ujarnya.


Kemudian, ada insentif keuangan yang bisa diatasnamakan kebijakan kepala daerah meski itu merupakan kebijakan pemerintah pusat. Keberanian pejawat dalam menjalankan program pemerintah pusat hingga 80 persen di saat daerah lain baru 70 persen dapat menjadi instrumen mendulang popularitas.


“Daerah di mana petahana maju di dalam pilkada 2020 itu relatif lebih risiko, distorsi netralitas ASN itu lebih tinggi dari daerah lain, 80 persen berisiko tinggi,” tutur Wawan.


Ia menambahkan, ASN dalam praktik birokrat partisan dapat mengarahkan tender agar menguntungkan pengusaha yang berafiliasi pada pejawat. ASN dapat merancang alokasi dana hibah untuk organisasi tertentu yang mendukung pejawat.


Namun, perlu dibedakan keberpihakan ASN ntara sebagai “pelaku” dan “korban”.


Menurut Wawan, aspek kultural dan aturan netralitas hanya melihat ASN sebagai pelaku. Ia mengatakan, perlu mengembangkan regulasi yang meminimalisasi ASN sebagai korban politik pejawat. 


Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan menyatakan, 10 daerah yang memiliki tingkat kerawanan tertinggi soal ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) di Pilkada 2020.


Kondisi  itu berdasarkan indeks kerawanan pilkada (IKP) Pilkada 2020.


“Ada 10 daerah yang kami kategorikan indeks kerawanan terkait dengan netralitas ASN cukup tinggi. Ini IKP menjadi early warning atau peringatan awal bagi kami untuk menentukan strategi pengawasan,” kata Abhan dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/8/2020).


Menurutnya, 10 daerah itu yakni Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kota Makassar, Kabupaten Lamongan, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Agam.


Dia menuturkan, 10 daerah ini sengaja diumumkan untuk mengantisipasi agar ketidaknetralan terjadi secara masif. (inf)